GABUNG DENGAN KAMI
Pendidikan Olahraga
Rabu, 05 Januari 2022
Rabu, 30 Januari 2013
Kamis, 29 November 2012
Guru Profesional
Memperhatikan peran guru dan tugas guru
sebagai salah satu faktor yang menentukan bagi keberhasilan pendidikan, maka
keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi wacana yang sangat penting.
Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan modern dan
profesional dengan bernuansa pendidikan.
Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan
oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan
keengganan belajar siswa. Keengganan siswa dalam belajar, tentunya diakibatkan
oleh pola yang kurang koheren antara kebutuhan siswa beserta lingkungannya
dengan sistem dan keadaan pembelajaran itu sendiri.
Profesionalisme menekankan kepada penguasaan
ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya.
Profesionalisme bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan
sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya
memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang
dipersyaratkan.
Guru yang profesional pada dasarnya
ditentukan oleh sikapnya yang berarti pada tataran kematangan yang
mempersyaratkan kemauan dan kemampuannya, baik secara intelektual maupun pada
kondisi yang prima. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus
menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme guru
merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai pencetak guru, instansi
yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan
masyarakat.
Rabu, 28 November 2012
Rabu, 21 November 2012
MENGATASI CIDERA
LANGKAH-LANGKAH YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK MENGHINDARI CIDERA:
- Lakukan pemananasan sebelum aktivitas olahraga
- Lakukan streching sebelum olahraga
- Setelah melakukan aktivitas olahraga lakukan pendinginan.
MOTIVASI OLAHRAGA
Latar
Belakang
Meningkatnya
stres dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, baik
dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka
dapat menjadi tegang, denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan
hasil pertandingannya, dan mereka merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini
seringkali menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya.
Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya
dalam pengendalian stres.
Apakah
Psikologi Olahraga?
Psikologi
adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan
lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks. Perilaku
manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak disadari, dan perilaku
yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari dalam dirinya
sendiri.
Ilmu
psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai
psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah
untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat
dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan faktor-faktor yang ada
dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari psikologi olahraga
adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal, yang
lebih baik dari sebelumnya.
Mengapa
Psikologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?
Meningkatnya
stres dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, baik
dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka
dapat menjadi tegang, denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan
hasil pertandingannya, dan mereka merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini
seringkali menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya.
Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya
dalam pengendalian stres.
Psikologi
olahraga juga diperlukan agar atlet berpikir mengenai mengapa mereka
berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui,
latihan-latihan ketrampilan psikologis dapat menolong tercapainya tujuan
tersebut.
Mental yang
tegar, sama halnya dengan teknik dan fisik, akan didapat melalui latihan yang
terencana, teratur, dan sistematis. Dalam membina aspek psikis atau mental
atlet, pertama-tama perlu disadari bahwa setiap atlet harus dipandang secara
individual, yang satu berbeda dengan yang lainnya. Untuk membantu mengenal
profil setiap atlet, dapat dilakukan pemeriksaan psikologis, yang biasa dikenal
dengan “psikotes”, dengan bantuan psikometri.
Profil
psikologis atlet biasanya berupa gambaran kepribadian secara umum, potensi
intelektual. dan fungsi daya pikirnya yang dihubungkan dengan olahraga. Profil
atlet pada umumnya tidak berubah banyak dari waktu ke waktu. Oleh karenanya,
orang sering beranggapan bahwa calon atlet berbakat dapat dilihat semata-mata
dari profil psikologisnya. Anggapan semacam ini keliru, karena gambaran
psikologis seseorang tidak menjamin keberhasilan atau kegagalannya dalam
prestasi olahraga, karena banyak sekali faktor lain yang mempengaruhinya.
Beberapa aspek psikologis dapat diperbaiki melalui latihan ketrampilan
psikologis yang terencana dan sistematis, yang pelaksanaannya sangat tergantung
dari komitmen si atlet terhadap program tersebut
Penampilan
seorang atlet tidak bisa dilepaskan dari daya dorong yang dia miliki.
Sederhananya, semakin besar daya dorong yang dimiliki, maka penampilan akan
semakin optimal, tentu saja jika ditunjang dengan kemampuan teknis dan
kemampuan fisik yang memadai. Daya dorong itulah yang biasa disebut dengan
motivasi. Menurut Hodgetts dan Richard (2002) motif adalah sesuatu yang
berfungsi untuk meningkatkan dan mempertahankan serta menentukan arah dari
perilaku seseorang. Sedang motivasi adalah motif yang tampak dalam perilaku.
Motiflah yang memberi dorongan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas.
Hampir semua aktivitas manusia didorong oleh motif-motif tertentu yang bersifat
sangat individualis.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud motivasi?
2.
Apa tujuan dan fungsi motivasi?
3.
Apa saja faktor yang mempengaruhi motivasi?
4.
Apa aplikasi motivasi terhadap kegiatan olahraga?
C. Tujuan
Makalah
Makalah ini
bertujuan untuk menginspirasi kita akan pentingnya motivasi dalam kegiatan
olahraga. Serta kita dapat mengetahui apa saja faktor dan cara meningkatkan
motivasi para pelaku olahraga khususnya bagi para atlet.
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah
motivasi berasal dari
bahasa latin yaitu kata movere yang berarti bergerak. Dalam konteks sekarang,
motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses psikologi yang menghasilkan
suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai
satu tujuan.
Dalam bidang
pendidikan jasmani dan olahraga, tidak ada atlet yang dapat menang atau
menunjukan prestasi yang optimal tanpa motivasi. Meskipun atlet atau tim
mempunyai keterampilan yang baik, tetapi tidak ada hasrat untuk bermain baik,
biasanya mengalami kekalahan. Demikian pula atlet atau tim yang mempunyai
hasrat tinggi tetapi tidak mempunyai keterampilan, maka prestasi tetap buruk.
Hasil optimal hanya dapat dicapai kalau motivasi dan keterampilan saling
melengkapi. Pernyataan ini, menunjukan bahwa motivasi sebagai aspek dan proses
psikologi berhubungan erat dengan keterampilan, perlu ditumbuhkan dan dibina
dalam pencapaian prestasi atlet yang optimal.
Sebenarnya
secara fisik motivasi itu tidak nampak dan tidak biasa diamati secara langsung,
yang biasa diamati hanya gejala-gejalanya saja dalam bentuk tingkah laku
manusia yang merupakan akibat atau manifestasi dari tinggi rendahnya ( ada
tidaknya ) motivasi dari orang itu.
Kita sering
dilingkupi oleh nilai-nilai yang sewaktu-waktu dapat mendorong kita untuk
bereaksi ataupun tidak bereaksi. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab
mengapa sukar sekali orang mengukur motivasi secara umum, apalagi jika
pengukuran itu tergantung dari kata hati dan perasaan.
A. Definisi
motivasi menurut pendapat para ahli psikologi:
a. David Krech (1962)
Menyatakan
bahwa motivasi adalah kesatuan keingian dan tujuan yang menjadi pendorong untuk
bertingkah laku dinyatakan bahwa studi tentang motivasi adalah studi yang
mempelajari dua pertanyaan yang berbeda atas tingkahlaku individu yakni, mengapa
individu memilih tingkahlaku tertentu dan menolak tingkah laku yang lainnya.
b. Barelson dan Steiner dalam O. Koontz
(1980)
Motivasi
adalah kekuatan dari dalam yang menggerakkan dan mengarahkan atau membawa
tinkah laku ke tujuan. Pada hakikatnya, rumusan ini, bila diteliti dengan
cermat, merupakan terminologi umum yang mencakup arti daya dorong, keinginan,
kebutuhan dan kemauan. Hubungan antara kebutuhan,keinginan dan kepuasan
digambarkan sebagai mata rantai yang disebut Need – want – satisfaction chain.
c. E.J Muray (1964 )
Motivasi
adalah kecenderungan yang mengarahkan dan memilih tingkah laku yang terkendali
sesuai kondisi, dan kecenderungan mempertahankannya sampai tujuan tercapai.
d. Robert.N. Singer (1986)
Motivasi
adalah sebagai dorongan untuk mencapai tujuan, dorongan dari dalam terhadap
aktifitas yang bertujuan. Menurut singer motivasi itu terbagi antara dua yaitu,
dorongan (drive) fisik, dan motif sosial. Dorongan fisik adalah kecenderungan
bertingkah laku kearah pemuasan kebutuhan biologis. Motif sosial itu kompleks,
muncul dan berkembang dari sumber – sumber sosia, seperti hubungan antar
manusia. Dorongan fisik tidak dapat dipelajari, sedangkan motif sosial dapat.
e. W.S. Winkel (1983), Wahjosumidjo
(1985), Kamlesh (1983).
Motivasi terbagi atas dua bentuk,
yakni motivasi ekstrinsik dan intrinsik. Motivasi ekstrinsik itu bentuk motivasi yang di
timbulkan oleh berbagai sumber dari luar seperti pemberian hadiah, penghargaan,
sertfikat dan sebagainya. Motivasi intrinsik itu adalah dorongan alamiah yang
mendorong seseorang mengerjakan sesuatu dan bukan kerena situasi buatan.
Dari
beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa : ”Motivasi Olahraga” adalah
keseluruhan daya penggerak (motif – motif) didalam diri individu yang
menimbulkan kegiatan berolahraga, menjamin kelangsungan latihan dan memberi
arah pada kegiatan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
Olahraga
digemari anak – anak, pemuda dan para orang tua karena memiliki daya tarik
untuk mengembangkan berbagain kemampuan, menumbuhkan harapan – harapan,
memberikan pengalaman yang membanggakan, meningkatkan kesehatan jasmani, dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan praktis dalam kehidupan sehari – hari dan
sebagainya.
Melalui
olahraga para pemuda mendaptakan kesempatan yang luas untuk mengembangkan
kemampuan, mendapatkan pengakuan dan popularitas, menemukan teman – teman baru
serta pengalaman bepergian dan bertanding yang mendatangkan kegembiraan dan
kepuasan. Olahraga merupakan aktivitas yang unik, dimana sermua memerlukan
hubungan yang harmonis dan ideal antara proses berfikir, emosi dan gerakan.
Kompetisi
menimbulkan keadaan penuh stres dan dapat menimbulkan kecemasan atau anxiety,
serta tantangan untuk mengatasi berbagai perasaan, dengan berolahraga timbul
bermacam – macam dorongan untuk bertindak sebaik – baiknya yang merupakan
sebagian dorongan untuk mengembangkan diri sendiri atau ”self – improvement”.
B. Fungsi
Motivasi
Pengalaman
nyata di negara-negara berkembang pada umumnya, seperti juga di Indonesia,
adalah bila atletnya mengalami kegagalan pada suatu turnamen, maka kelemahan
teknik dan taktik dituding sebagai sebab utama. Di negara-negara yang sudah
maju prestasi olahraganya, kurangnya motivasi dituding sebagai penyebab utama.
Anggapan yang berbeda ini sebenarnya disebabkan kelemahan teknik masih menonjol
di negara-negara berkembang, sedangkan kempuan teknik dan fisik bukan masalah
di negara-negara maju, sehingga motivasi merupakan kunci yang mentukan
keberhasilan penampilannya yang prima.
Peranan
motivasi terhadap prestasi olahraga banyak dibicarakan dan diperhatikan oleh
ahli-ahli psikologi olahraga. Menurut Singgih Gunarsa, prestasi seseorang
dihasilkan dari motivasi ditambah latihan. Straub menyatakan bahwa prestasi
seseorang adalah motivasi ditambah ketrampilan. Sedangkan menurut R.N Singer,
prestasi dalam olahraga itu sama dengan keterampilan yang diperoleh melalui
motivasi yang menyebabkan atlet bertahan dalam latihan, ditambah dengan
motivasi yang menyebabkan atlet bergairah berlatih keras. Memang tidak dapat
disangkal bahwa motivasi tidak dapat dipisahkan dengan keberhasilan atlet dalam
aktifitas olahraga.
Sama halnya
pada proses pembelajaran. Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran
perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau
bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan
faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna
memenuhi / memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka kebutuhan
tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk pelajaran.
Peran
motivasi dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan
sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin motivasi belajar yang memadai akan
mendorong siswa berperilaku aktif untuk berprestasi dalam kelas, tetapi
motivasi yang terlalu kuat justru dapat berpengaruh negatif terhadap kefektifan
usaha belajar siswa.
Fungsi
motivasi dalam pembelajaran diantaranya :
- Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar.
- Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
- Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
Pada garis
besarnya motivasi mengandung nilai-nilai dalam pembelajaran sebagai berikut :
- Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan belajar siswa.
- Pembelajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada diri siswa.
- Pembelajaran yang bermotivasi menuntut kreatifitas dan imajinitas guru untuk berupaya secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan memeliharan motivasi belajar siswa.
- Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan mendayagunakn motivasi dalam proses pembelajaran berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas.
- Penggunaan asas motivasi merupakan sesuatu yang esensial dalam proses belajar dan pembelajaran.
C. Sumber
Motivasi
Motivasi
olahraga dapat dibagi atas motivasi primer dan sekunder, dapat pula atas
motivasi biologis dan sosial. Namun banyak ahli membagikannya atas dua jenis,
intrinsik dan ekstrinsik.
a) Motivasi
Intrinsik
Motivasi
intrinsik adalah dorongan dari dalam yang menyebabkan individu berpartisipasi.
Dorongan ini sering dikatakan dibawa sejak lahir, sehingga tidak dapat
dipelajari. Atlet yang punya motivasi intrinsik akan mengikuti latihan
peningkatan kemampuan atau ketrampilan, atau mengikuti pertandingan, bukan
karena situasi buatan (dorongan dari luar), melainkan karena kepuasan dalam
dirinya. Bagi atlit tersebut, kepuasan diri diperoleh lewat prestasi yang
tinggi bukan lewat pemberian hadiah, pujian atau penghargaan lainnya. Atlit ini
biasanya tekun, bekerja keras, teratur dan disiplin dalam menjalani latihan
serta tidak menggantungkan dirinya pada orang lain.
Pada umumnya
kemenangan yang diperoleh dalam kompetisi merupakan kepuasan dan selalu
dievaluasi guna lebih ditingkatkan, dan kekalahan akan diterima tanpa
kekecewaan melainkan akan menjadi sumber analisa terhadap kekuatan lawan dan
kelemahan diri sendiri guna diperbaiki melalui latihan-latihan yang keras.
Biasanya atlit ini mempunyai kepribadian yang matang, sportif, tekun, percaya
diri, disiplin dan kreatif.
Motivasi
intrinsik memiliki faktor-faktor dari dalam doro manusia itu sendiri. Seperti
yang di ungkapkan oleh Abraham H. Maslow pada teori kebutuhan.
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar
pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan,
yaitu :
1.
Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus,
istirahat dan sex;
2.
Kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi
juga mental, psikologikal dan intelektual;
3.
Kebutuhan akan kasih sayang (love needs);
4.
Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai simbol-simbol status; dan
5.
Aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi
seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga
berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut
pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan
cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan
yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari
cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat,
jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya
karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia
itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental,
intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang
unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin
dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau
“koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang
dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan.
Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu
tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia,
berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam
hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan
papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang
merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang
berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan
bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman
menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara
simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang
bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta
ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai
kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam
hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
- Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
- Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
- Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati
pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat
aplikatif.
b) Motivasi
Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari
luar diri individu yang menyebabkan individu beradaptasi dalam olahraga.
Dorongan ini barasal dari pelatih, guru, orngtua, bangsa atau berupa hadiah,
sertifikat, penghargaan atau uang. Motivasi ekstrinsik itu dapat dipelajari dan
tergantung pada besarnya nilai penguat itu dari waktu ke waktu. Ini dapat
karena mempertaruhkan nama bangsa dan negara, karena hadiah besar, karena
publikasi lewat media massa. Dorongan yang demikian ini biasanya tidak bertahan
lama. Perubahan nilai hadiah, tiadanya hadiah akan menurunkan semangat dan
gairah berlatih. Kurangnya kompetisi menyebabkan latihan kurang tekun, sehingga
prestasinya merosot.
Motivasi ekstrinsik dalam olahraga meliputi juga
motivasi kompetitif, karena motif untuk bersaing memegang peranan yang lebih
besar daripada kepuasan karena telah berprestasi baik. Kemenangan merupakan
satu-satunya tujuan, sehingga dapat timbul kecenderungan untuk berbuat kurang
sportif atau kurang jujur seperti licik dan curang. Atlet-atlet yang bermotifasi
ektrinsik, sering tidak menghargai orang lain, lawannya, atau peraturan
pertandingan. Agar dapat menang, maka ia cenderung berbuat hal-hal yang
merugikan, seperti memakai obat perangsang, mudah dibeli atau disuap.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa dalam aktifitas
olahraga, motivasi intrinsik maupun ekstrisik tidak akan berdiri sendiri,
melainkan bersama-sama menuntun tingkah laku individu. Mereka berdasarkan
pandangannya bahwa tingkahlaku motivasi intrinsik itu didrong oleh kebutuhan
kompetisi dan keputusan sendiri dalam kaitannya dengan lingkungan.
Manusia
hidup dengan lingkungannya dan bertingkah laku dengan lingkunganya. Itulah
sebabnya pengaruh lingkungan tidak akan terlepas dari kehidupan manusia.
Motivasi ekstrisik (pengaruh lingkungan) selalu menuntun tingkah laku manusia.
Dengan demikian tingkah laku individu dalam olahraga dipengaruhi oleh motivasi
intrinsik maupun motivasi ekstrinsik.
Peran motivasi intrinsik dan ekstrinsik dapat kita lihat dalam
pertandingan. Dalam pertandingan atlet atau tim akan bermain dilapangan yang
baru, menghadapi penonton yang banyak. Sebelum dan selama pertandingan mereka
selalu mendapat petunjuk-petunjuk dari pelatih baik teknik, strategi maupun
dorongan semangat, agar mereka dapat bermain sebaik mungkin dan memenangkan
pertandingan. Situasi penonton, lapangan yang baru, petunjuk pelatih,
menyebabkan tingkah laku mereka dalam kendali lingkungan. Artinya, motivasi
ekstrinsik berfungsi. Dengan demikin dalam diri atlet atau tim berfungsi
motivasi intrisik karena adanya kebutuhan-kebutuhannya sendiri, dan motivasi
ekstrisik karena dipengaruhi keadaan dari luar.
Weine Halliwell (1978) menyatakan bahwa sebenarnya motivasi dasar
tingkahlaku individu dalam olahraga adalah motivasi intrinsik, namun selalu
ditambah dengan motivasi ekstrinsik. Dorongan ekstrinsik dapat meningkatkan
motivasi intrinsik, kalau dorongan itu menambah kompetisi dan keputusan
individu, dan dapat menurunkan motivasi intrinsik, kalau dorongan itu
mengurangi kompetisi dan keputusan diri individu. Dengan kata lain, kalau
kontrol (aspek lingkungan) lebih menonjol, maka penguatan yang diberikan akan
menurunkan motivasi intrinsik. Tetapi jika informasi lebih menonjol dan positif
terhadap kompotensi dan keputusan sendiri individu, maka motivasi intrinsik
akan meningkat.
D. Faktor
Yang Mempengaruhi Motivasi
Ada banyak
sekali faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya motivasi. Gunarsa
(2004) menjelaskan bahwa ada 4 dimensi dari motivasi. Dimensi-dimensi tersebut
adalah:
1. Atlet
Sendiri
Atlet memegang peranan sentral dari munculnya motivasi. Atlet sendiri yang
mengatur dirinya untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu. Jika atlet sudah
merasa puas dengan pencapaian yang ada, maka tidak ada lagi usaha keras untuk
mendapatkan sesuatu yang baru.
2. Hasil
Penampilan
Hasil penampilan sangat menentukan motivasi seorang atlet selanjutnya.
Kekalahan dalam pertandingan sebelumnya akan berdampak negatif terhadap
motivasi atlet berikutnya. Atlet akan diliputi perasaan tidak berdaya dan
seolah-olah tidak mampu lagi untuk bangkit. Terlebih lagi jika mengalami
kekalahan dari pemain yang dianggap lebih lemah dari dirinya. Sebaliknya, jika
mendapatkan kemenangan, maka hal itu akan menumbuhkan sikap positif untuk
mengulang keberhasilan yang berhasil dia raih. Sebagai contoh, permainan tim
nasional sepakbola Indonesia dalam Piala Asia tahun 2007 yang lalu. Kemenangan
pertandingan pertama melawan Bahrain membuat para pemain tim nasional begitu
bersemangat untuk mendapatkan hasil serupa ketika bertanding melawan Arab Saudi
pada pertandingan setelahnya.
3. Suasana
Pertandingan
Suasana
pertandingan sangat menentukan emosi seorang atlet. Sebagai contoh, Taufik
Hidayat kerap mundur dari pertandingan gara-gara merasa dicurangi oleh wasit.
Kondisi tersebut tentu saja tidak menyenangkan. Emosi yang sudah terganggu oleh
kondisi pertandingan yang tidak menyenangkan akan berdampak pada motivasi atlet
dalam menyelesaikan atau memenangkan sebuah pertandingan.
4. Tugas
atau Penampilan
Motivasi
juga ditentukan oleh tugas atau penampilan yang dilakukan. Jika tugas berhasil
dengan baik diselesaikan, keyakinan diri atlet akan meningkat. Dengan keyakinan
diri yang tinggi, motivasi juga akan mengalami kenaikan. Tugas yang berhasil
dilaksanakan akan memberi tambahan energi dan motif untuk bekerja lebih giat.
F. Cara
Meningkatkan Motivasi
Motivasi
memegang peranan yang penting dalam olahraga prestasi. Seorang atlet harus
mampu menjaga motivasinya agar tetap dalam level yang tinggi baik dalam proses
latihan maupun pada saat menjalani pertandingan. Motivasi memang bukanlah
kondisi yang tidak bisa berubah. Setiap saat motivasi atlet bisa mengalami
perubahan, sehingga diperlukan sebuah upaya agar motivasi tetap terjaga pada
level yang optimal. Ada beberapa cara untuk meningkatkan motivasi atlet,
diantara adalah:
1. Menetapkan
Sasaran (Goal Setting)
Konsep dasar
dari goal setting adalah menciptakan tantangan bagi atlet untuk
dilewati. Secara sederhana, goal setting merangsang atlet untuk mencapai
sesuatu baik dalam proses latihan maupun dalam sebuah kompetisi. Ada beberapa
batasan tentang metode goal setting ini agar berjalan secara efektif.
Yang perlu
diperhatikan pertama adalah sasaran harus spesifik agar atlet mempunyai ukuran
atas pencapaiannya. Batasan yang kedua adalah tingkat kesulitan sasaran.
Tingkat kesulitan ini akan mempengaruhi persepsi atlet tentang kemampuannya.
Sasaran yang terlalu sulit akan membuat atlet ragu untuk bisa mencapainya.
Seandainya gagal, hal itu justru akan melemahkan keyakinan diri atlet.
Sebaliknya, sasaran juga tidak bisa dibuat terlalu mudah karena tidak akan
memberi rangsangan untuk berbuat lebih. Semakin menantang sasaran yang harus
dicapai, upaya dari seorang atlet untuk meraihnya juga akan semakin besar
(Wann, 1997).
Sasaran juga
harus dibuat bertingkat dengan membedakan sasaran jangka pendek dan jangka
panjang. Sasaran jangka pendek digunakan sebagai batu loncatan untuk meraih
sasaran yang lebih tinggi. Misalnya, Olimpiade sebagai sasaran jangka
panjangnya. Untuk mencapai hal tersebut, maka seorang atlet harus menjuarai
level Sea Games atau Asian Games terlebih dahulu.
Mengikuti
kompetisi yang rutin dan berjenjang adalah salah satu bentuk menentukan sasaran
yang efektif. Dengan banyak mengikuti kompetisi, seorang pelatih akan lebih
mudah menentukan prioritas dari kompetisi tersebut. Ada kalanya kompetisi
dijadikan sebagai ajang pemanasan untuk mematangkan kondisi fisik, sehingga
targetnya tidak perlu terlalu tinggi.
Berikutnya,
atlet harus selalu diberi feedback atas setiap pencapaian yang dia
selesaikan. Dengan feedback yang spesifik ini, atlet akan mengetahui
kekurangan dan kekuatan dirinya, sehingga atlet akan mempunyai informasi untuk
meningkatkan dirinya. Dengan menetapkan sasaran yang tepat, maka motivasi atlet
akan selalu terpacu untuk tampil dan menyelesaikan setiap tantangan yang
dihadapi.
2. Persuasi
Verbal
Persuasi Verbal adalah metode yang
paling mudah untuk dilakukan. Pelatih, ofisial, atau keluarga adalah
orang-orang yang sering memberikan persuasi secara verbal ini. Persuasi verbal
adalah membakar semangat atlet dengan ucapan-ucapan yang memotivasi.
Selain itu,
Persuasi verbal bisa juga dilakukan oleh atlet sendiri atau sering disebut
dengan istilah Self talk. Self talk adalah metode persuasi verbal
untuk atlet sendiri. Prinsip dasar dari self talk ini sebenarnya adalah
membantu atlet untuk mendapatkan gambaran yang positif baik tentang
kemampuannya atau mengenai suasana pertandingan. Self talk ini diyakini
mampu menumbuhkan keyakinan diri atlet baik sebelum bertanding atau pada saat
menjalani pertandingan. Dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang membakar
semangat maka gambaran pesimisme atlet akan hilang dari persepsinya.
3. Imagery
Training
Metode berikutnya yang cukup
membantu memacu motivasi para atlet adalah dengan melakukan imagery training
atau latihan pembayangan. Dalam latihan pembayangan ini atlet diajak untuk memvisualisasikan situasi
pertandingan yang akan dijalani. Secara detil, atlet harus menggambarkan
keseluruhan pertandingan, mulai dari situasi lapangan, penontong, lawan dan
segala macam yang terlibat dalam pertandingan itu. Setelah mendapat gambaran
yang riil, maka atlet diajak untuk mencari solusi atas persoalan yang mungkin
muncul dalam pertandingan.
Sebagian
pemain mengembangkan persepsi bahwa di lapangan akan menghadapi lawan yang
berat, tangguh dan sulit dikalahkan. Persepsi semacam ini terkadang muncul
akibat ketegangan sebelum pertandingan. Atlet tidak secara objektif menilai
kemampuan diri sendiri. Konsentrasi atlet terfokus pada kekuatan lawan dan
situasi pertandingan yang berat. Situasi inilah yang melemahkan motivasi atlet
sebelum bertanding. Metode Imagery training mengajak para pemain untuk
mencari atas kemungkinan persoalan yang muncul di lapangan. Membayangkan
kekuatan diri, pukulan andalan atau kelemahan musuh, menciptakan kondisi
objektif pada persepsi seorang atlet.
4. Motivasi
Supertisi ( Takhayul )
Adalah suatu
bentuk kepercanyaan kepada susuatu yang menrupakan suatu simbul dan yang di
anggap mempunyai daya kekuatan atu daya dorongan mental, motivasi ini dapat
mengubah tngkah laku menjadi lebih semangat, ambisius, dan lebih besar
kemauanya untk sukses.
5. Motivasi
Dengan Gambar
Terutama
gambar atau poster yang ada berhubungnya dengan cabang olahraga yang di geluti
misalnya, gambar Ben Johnson yang sedang lari,gambar adegan yang menarik dalam pertandingan
sepak bola, ganbar Mike Tyson dan alin-lain.
6.
Meningkatkan Kemampuan Atlet
Kemampuan
atlet meliputi skill teknis dan fisik. Skill dan fisik yang
bagus, akan mempengaruhi keinginan untuk mencapai prestasi yang maksimal. Skill
yang prima dapat dilihat dan dievaluasi melalui pertandingan yang diikuti oleh
atlet. Untuk itu diperlukan metode kepelatihan yang modern dan efektif untuk
meningkatkan keterampilan seorang atlet. Pelatih juga harus paham dengan
pencapaian teknik dan fisik yang dimiliki oleh pemainnya.
7. Motivasi
insentif (Reward)
Reward ini
adalah metode yang paling banyak digunakan untuk memacu motivasi atlet. Bonus,
hadiah atau jabatan tertentu digunakan untuk memotivasi atlet. Reward ini
ditujukan untuk menggugah motivasi ekstrinsik dari atlet. Dengan iming-iming
bonus yang besar, diharapkan atlet akan terpacu tampil terbaik dan mengalahkan
lawannya.
Salah satu
kelemahan dari metode ini adalah kemungkinan menciptakan ketergantungan dari
para atlet. Banyak atlet hanya termotivasi hanya untuk mendapatkan bonus
tersebut daripada alasan lain, Sehingga tidak jarang atlet melakukan
upaya-upaya kotor untuk menjadi pemenang. Penggunaan doping adalah salah satu
cara yang paling sering ditempuh oleh seorang atlet demi tampil maksimal dan
mendapatkan hadiah atas kemenangannya. Untuk itulah, reward ini harus
diberikan sebagai pelengkap dari metode lain dan harus diberikan secara
bijaksana.
8. Motivasi
Karena Takut
Ketakutan
atau takut terhadap sesuatu dapat merupakan motivasi yang kuat bagi seseorang.:
- Perasaan yang takut atau malu jika atlit tidak tau peraturan pertandingan tersebut (sportif).
- Kekuatan atlit dalam porsi latihan yang diberikan.
- Perasaan takut atau malu ketika tidak ikut serta dalam team (diskors).
- Perasaan takut atau malu jika tidak bias mamanuhi harapan-harapan atau sasaran yang di tetapkan oleh pelatih. Sehingga atlit akan beruasaha sekuat tenaga dalam batas sportitifitas.
G. Hal-Hal
Yang Mendorong Atlet Berprestasi
a. Mencari
dan mengatasi stress
Agaknya
berjuang untuk mengatasi rintangan-rintangan menciptakan stress pada diri
sendiri, dan berusaha untuk sukses melalui stress merupakan salah satu utama
atlet untuk berprestasi. Sebagai contoh para pendaki gunung, dan pada dunia
olahraga banyak sekali hal-hal yang serupa ( mencari stress dan mengatasinya )
yang mana Craty 1973 mengatakan hal tersebut dengan “ stress seeking animals”.
Banyak atlet memperoleh kepuasan jika mereka mampu melewati atau mengalahkan
lawan-lawannya atau dapat mengatasi rintangan yang menghalanginya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian pembahasan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan yaitu :
- ”Motivasi Olahraga” adalah keseluruhan daya penggerak (motif – motif) didalam diri individu yang menimbulkan kegiatan berolahraga, menjamin kelangsungan latihan dan memberi arah pada kegiatan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Melalui olahraga para pemuda mendaptakan kesempatan yang luas untuk mengembangkan kemampuan, mendapatkan pengakuan dan popularitas, menemukan teman – teman baru serta pengalaman bepergian dan bertanding yang mendatangkan kegembiraan dan kepuasan. Olahraga merupakan aktivitas yang unik, dimana sermua memerlukan hubungan yang harmonis dan ideal antara proses berfikir, emosi dan gerakan.
- Peran motivasi intrinsik dan ekstrinsik dapat kita lihat dalam pertandingan. Dalam pertandingan atlet atau tim akan bermain dilapangan yang baru, menghadapi penonton yang banyak. Sebelum dan selama pertandingan mereka selalu mendapat petunjuk-petunjuk dari pelatih baik teknik, strategi maupun dorongan semangat, agar mereka dapat bermain sebaik mungkin dan memenangkan pertandingan. Situasi penonton, lapangan yang baru, petunjuk pelatih, menyebabkan tingkah laku mereka dalam kendali lingkungan. Artinya, motivasi ekstrinsik berfungsi. Dengan demikin dalam diri atlet atau tim berfungsi motivasi intrisik karena adanya kebutuhan-kebutuhannya sendiri, dan motivasi ekstrisik karena dipengaruhi keadaan dari luar.
Langganan:
Postingan (Atom)